“HOAKS DAN KONSEKUENSINYA”


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘hoaks’ adalah ‘berita bohong.atau tidak bersumber’. Dalam

Oxford English dictionary, ‘hoaks’ didefinisikan sebagai ‘malicious deception’ atau ‘kebohongan yang dibuat

dengan tujuan jahat’. Sayangnya, banyak netizen yang sebenarnya mendefinisikan ‘hoaks’ sebagai ‘berita

yang tidak saya sukai’.

‘Hoaks’ atau ‘fake news’ bukan sesuatu yang baru, dan sudah banyak beredar sejak Johannes

Gutenberg menciptakan mesin cetak pada tahun 1439. Sebelum zaman internet, ‘hoaks’ bahkan lebih

berbahaya dari sekarang karena sulit untuk diverifikasi. Hoaks sendiri terbagi atas beberapa jenis, yaitu:

1. Hoaks proper

Hoaks dalam definisi termurninya adalah berita bohong yang dibuat secara sengaja. Pembuatnya tahu

bahwa berita itu bohong dan bermaksud untuk menipu orang dengan beritanya.

2. Judul heboh tapi berbeda dengan isi berita

Kebiasaan buruk banyak netizen adalah hanya membaca headline berita tanpa membaca isinya.

Banyak beredar artikel yang isinya benar tapi diberi judul yang heboh dan provokatif yang sebenarnya

tidak sama dengan isi artikelnya.

3. Berita benar dalam konteks menyesatkan

 Kadang-kadang berita benar yang sudah lama diterbitkan bisa beredar lagi di sosial media. Ini membuat

kesan bahwa berita itu baru terjadi dan bisa menyesatkan orang yang tidak mengecek kembali

tanggalnya

B. PENGARUH DARI HOAKS

Berita bohong atau hoaks ternyata bukan sekadar informasi saja. Di tangan sekelompok orang, hoaks

bisa menjadi ladang bisnis yang menguntungkan. Seperti yang dilakukan tim Saracen. Saracen adalah

kelompok pembuat berita hoaks yang bekerja secara profesional dan memiliki ribuan akun dalam

menjalankan aksinya. Kelompok ini mempunyai struktur organisasi yang sangat rapi. Mereka sudah

menjalankan aksinya sejak November 2015. Cara kerjanya, mereka menawarkan kepada siapa saja yang

membutuhkan sebaran hoaks.

Bisnis berita hoaks tentu sangat meresahkan masyarakat. Dengan beredarnya berita hoaks,

masyarakat bisa kebingungan mana informasi yang bisa dipercaya. Kelompok mereka beraksi melalu media

sosial seperti Facebook. Mereka membuat grup berita atau media online dengan bantuan akun palsu dan

jaringan admin mereka yang aktif.

Berita hoaks semakin terorganisir dan profesional. Dampak dari hoaks ini bisa melebar ke manamana. Dengan pundi-pundi uang yang mengalir, kelompok ini akan melakukan apa saja agar berita hoaks

semakin viral.

Pengaruh yang diakibatkan dari ulah kelompok yang menjadikan berita hoaks sebagai bisnis:

1. Generasi Muda Bisa Tersita Waktunya.

Sebuah studi dari Universitas Stanford menunjukkan anak muda terutama remaja atau mahasiswa

menilai kebenaran berita dari detail konten seperti jumlah dan besarnya foto, panjang artikel, dan lain

lain. Penelitian ini dilakukan kepada 7.840 siswa dari berbagai latar belakang. Responden diminta untuk

memberikan evaluasi terhadap konten berita yang ditujukan. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan

bahwa anak muda lebih memprioritaskan isi artikel daripada sumber berita. Hal ini menjadi alasan kenapa

anak muda sangat rentang sekali dengan berita hoaks. Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara

mengatakan bahwa berita hoaks di media sosial bisa berdampak buruk bagi generasi muda. Produktivitas

anak muda bisa tersita karena seringnya menggunakan media sosial. "jangan sampai perhatian kita

terhadap keluarga dan orang sekitar menjadi berkurang".

2. Memicu Perpecahan

Berita hoaks seringkali bermuatan isu SARA. Kelompok Saracen juga bermain di tema ini. Mereka bisa

menyebarkan konten-konten bernada SARA. Alhasil, masyarakat akan terpecah belah karenanya.

Masyarakat tidak bisa membedakan isu mana yang benar dan hoaks. Menteri Agama Lukman Hakim

Saifuddin pernah mengatakan bahwa “persatuan Indonesia tidak boleh goyah hanya karena provokasi

dan hasutan”.

3. Menurunkan Reputasi Pihak Yang Dirugikan.

Berita hoaks seringkali menjatuhkan pihak tertentu. Dengan banyaknya berita hoaks, pihak yang

dirugikan akan kesulitan untuk melakukan klarifikasi. Berita hoaks juga bisa digunakan untuk

mengalahkan kelompok tertentu dalam politik seperti pada saat Pilkada. Penelitian yang dilakukan oleh

Hunt Allcott menunjukkan fakta bahwa orang dewasa AS membaca dan mengingat satu atau beberapa

artikel berita bohong pada saat periode kampanye. Berita bohong ternyata mempunyai efek besar dalam

pemilihan tersebut dan mampu mempengaruhi suara yang didapatkan oleh kandidat presiden.

4. Munguntungkan Pihak Tertentu

Kasus kelompok pembuat berita profesional merupakan bukti nyata bahwa bisnis hoaks menggiurkan.

Motif ekonomi bisa menjadi alasan penyebaran berita hoaks. Karena dengan menyebar berita hoaks,

nominal yang diterima oleh kelompok ini bisa mencapai Rp 100 juta setiap proyek.

5. Berita hoaks membuat fakta tidak lagi bisa dipercaya

Dengan semakin viralnya berita hoaks, fakta sebenarnya malah bisa dicap sebagai berita hoaks. Dengan

ini masyarakat bisa kebingungan tentang fakta mana yang harus dipercaya. komunikasi dilakukan dengan

tepat dan jelas. Berita hoaks bisa muncul dari komunikasi yang kurang tepat dan bisa membuat persepsi

masyarakat menjadi buruk.

C. KONSEKUENSI

Konsekuensi dari membuat dan menyebarkan berita menyesatkan diantaranya dapat membuat

masyarakat menjadi curiga dan bahkan membenci kelompok tertentu, menyusahkan atau bahkan menyakiti

secara fisik orang yang tidak bersalah dan memberikan informasi yang salah kepada pembuat

kebijaksanaan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia

Komisaris Besar Rikwanto mengatakan bahwa " bagi Anda yang suka mengirimkan kabar bohong (hoaks),

atau bahkan cuma sekadar iseng mendistribusikan (forward), harap berhati-hati. Ancamannya tidak mainmain, bisa kena pidana penjara enam tahun dan denda Rp 1 miliar".

Pelaku penyebar hoaks bisa terancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik atau Undang-Undang ITE. Di dalam pasal itu disebutkan, "Setiap orang yang dengan sengaja

dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana

maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar."

Selain Pasal 28 ayat 1 UU ITE, penyebar berita hoaks yang tidak lengkap terancam dapat dikenakan

sanksi pidana sesuai pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Jerat hukum

jika menggunakan pasal 14 dan 15 UU 1/1946. Tidak tanggung-tanggung ada yang bisa dikenakan sanksi 2

tahun, 3 tahun bahkan 10 tahun yang dikualifikasi dalam 3 bentuk pelanggaran, yakni:

No. Kualifikasi Konten Hoaks Sanksi Dasar Hukum

1. Menyiarkan berita bohong dengan sengaja

menerbitkan keonaran di kalangan rakyat 10 Tahun Pasal 14 ayat (1)

2.

Menyiarkan berita atau mengeluarkan

pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran

di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat

menyengka bahwa berita itu bohong

3 Tahun Pasal 14 ayat (2)

3.

Menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar

yang berlebihan atau tidak lengkap, sedangkan ia

mengerti dan mampu menduga bahwa kabar itu

akan menerbitkan keonaran

2 Tahun Pasal 15

Pasal 14 dan 15 UU 1/1946 itu lebih mudah dikenakan terhadap penyebar berita hoaks ketimbang

menggunakan pasal-pasal dalam UU ITE. Karena pasal penyebaran berita hoaks yang diatur dalam UU ITE

sangatlah terbatas pada konteks yang dapat menimbulkan kerugian konsumen dan ada juga yang sifatnya

ujaran kebencian yang menimbulkan permusuhan sara.

Ada 3 jenis konten hoax yang dapat dipidana penjara 4-6 tahun dan dengan denda maksimal Rp750

juta hingga Rp. 1 miliar berdasarkan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yakni:

No. Muatan Konten Dasar Hukum

1. Pencemaran nama baik atau fitnah Pasal 27 ayat (3)

2. Penipuan untuk motif ekonomi yang merugikan

konsumen

Pasal 28 ayat (1) UU

ITE

3. Provokasi terkait SARA Pasal 28 ayat (2) UU

ITE

Sanksi lainnya berlaku khusus di kalangan PNS, yakni dalam konteks penyebaran konten hoax

dengan muatan ujaran kebencian. Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan menjabarkan, jenis sanksi

yang akan dikenakan terhadap oknum pelaku Aparatur Sipil Negara (ASN) meliputi sanksi ringan dan sanksi

berat sebagaimana diatur dalam pasal 7 PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Tak tanggung-tanggung, bukan hanya sekadar oknum ASN yang menyebarkan konten hoaks

bermuatan ujaran kebencian, bahkan ASN yang memperlihat persetujuan pendapat dengan melakukan like,

dislike atau berkomentar pada postingan yang bermuatan ujaran kebencian tersebut juga dapat dikenakan

sanksi ringan.

Kiat-kiat apa saja yang dapat dilakukan untuk menghadapi hoaks?

• Rutinlah membaca berita dari media yang well-established dan dihormati.

• Orang yang paling rentan hoaks adalah orang yang jarang mengonsumsi berita.

• Kalau suatu berita kedengarannya tidak mungkin, bacalah dengan lebih teliti karena seringkali itu

karena memang itu tidak mungkin.

• Jangan share artikel/foto/pesan berantai tanpa membaca sepenuhnya dan yakin akan kebenarannya.



dari https://www.scribd.com/document/510383377/Hoax-Dan-Konsekuensinya

Comments